Badai Kehidupan

"Angin topan mengecualikan rumput yang menunduk rendah bukan pohon yang berdiri tegak menentangnya."


- dikutip dari buku karya Gede Prama -

Mohon maaf jika kutipannya salah, maklum sudah lama sekali membaca buku karya Gede Prama yang berisi tulisan tersebut.
Ketika sebagian besar orang mengeluh karena diberikan tanggung jawab yang besar dan tidak diiringi oleh hak yang sepadan (menurut mereka), ada segelintir orang yang tetap bersyukur dan bangga karena merasa di percaya memikul beban yang lebih. Dia bukanlah pohon besar yang sanggup meneduhkan taman kota, melainkan rumput kecil yang meneduhkan telapak kaki yang menginjaknya.

Ketika pohon itu bertemu badai, rantingnya terlalu kaku untuk menunduk, akarnya tak sekuat penampakannya, daun-daun pun meninggalkannya, tumbang di terjang kencangnya angin, berbeda dengan rumput, ketika angin datang, batangnya menunduk tajam, mengikuti gerak angin yang membelainya, dengan ikhlas, tanpa perlawanan, walaupun angin menumbangkan pohon tapi tidak mencabut rumput.

Ada kalanya kita menjadi pohon, tetapi harus siap menghadapi badai, karena semakin besar kita tumbuh, semakin kencang angin berhembus. Ada kalanya kita menjadi rumput, menunduk ke bumi, mengikuti arah angin. Atau, bisakah kita menjadi pohon yang sekuat rumput??? Tak gentar menghadapi badai tapi tetap menunduk merendahkan diri, meneduhkan banyak kepala dan juga kaki yang menginjaknya. Sering kita membanggakan pohon dengan melihat keatas tapi lupa menunduk tuk melihat sang rumput yang meneduhkan kaki.

Pohon atau rumput?? yang mana cermin dirimu?

13 comments:

  1. aku rasa aku lebih mencerminkan rumput.
    kadang aku ga bisa berdiri setegak pohon, berdiri kuat meski ada badai.

    ReplyDelete
  2. mungkin harus tegak seperti pohon, tapi juga bisa luwes membungkuk seperti rumpur!!!

    atau seperti pelajaran sekolah pake ilmu padi; "semakin merunduk, semakin tidak bisa" wkwkwkwkw

    ReplyDelete
  3. Aku : tetap si rumput liar. :)

    Gemana kabarmu bli gusti, masih di Bali gaaa???

    ReplyDelete
  4. @clara : rumput yg tegar yach.. :)

    @Bli Jhoni : bukannya semakin merunduk semakin di injek2 hehehe...

    @gek : weh ada bu guru liar, eh salah ;))
    kabar baik, dah lama kembali ke jkt, gek susah di hubungi di bali :(

    ReplyDelete
  5. atau padi saja, makin berisi makin rendah hati. hehehe...nggak ada opsinya padahal

    ReplyDelete
  6. pagi ^^
    belum ada yg baru ya? ehehe

    ReplyDelete
  7. wah.. ini mah dilema buatku..
    masa aku si pohon pengen jadi rumput.. hihihi..
    tapi apapun itu, entah pohon ato rumput.. berusaha slalu tegar serta meneduhkan utk sesama pohon dan rumput lainnya..

    ReplyDelete
  8. Wah...keren artikelnya...
    Bisa jadi pelajarar berharga...
    Apa yang dibilang bener juga yah, kadang kala kita lupa siapa diri kita sehingga enggan melihat kebawah...

    ReplyDelete
  9. @ Lina : hehe.. pilihannya terbatas yak.. :D

    @ clara : blom ada, maklum, lg sok sibuk hihihi...

    @ Pohon : asal ga jadi pohon yang sepi sendiri :p

    ReplyDelete
  10. kadang jadi pohon kadang jadi rumput, itu point yang bisa saya dapat setelah membaca postingan anda. sukses selalu bro

    ReplyDelete
  11. enak jadi pohon banyak rintangannya hihihi

    ReplyDelete
  12. Salam sobat, datang mempererat silaturahmi... maaf baru mampir lagi... kesehatan memburuk baru membaik... Semoga selalu dalam kebahagiaan...

    Ninneta

    ReplyDelete
  13. salam kenal,,,
    ada kalanya kita harus menjadi rumput ketika badai datang, dan ada kalanya pula kita haru menjadi sebatang pohon yang cukup meneduhkan

    ReplyDelete